Namrole,Kapatanews.com._ Carut marut pengelolaan Pemerintahan Buru Selatan dalam 2 bulan masa kuasa rezim La Hamidi – Gerson Selsily, telah mengundang bangkitnya gelombang kekritisan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Buru Selatan.
Kekritisan DPRD Buru Selatan itu telah memasuki babak baru, sebanyak 5 Anggota dari 3 Fraksi berbeda dalam lembaga perwakilan rakyat Buru Selatan ini telah resmi mengajukan usulan Interpelasi.
Para wakil rakyat pemberani itu yakni Vence Titawael asal Fraksi PAN Untuk Kekaryaan, Johan Karolus Lesnussa asal Fraksi PDI Perjuangan, serta 3 orang anggota Fraksi Persatuan dan Pembangunan Bangsa (PPB) masing-masing Bernadus Wamese, La Ari Wally serta Abdul Basir Solissa.
Kelimanya mengusulkan interpelasi itu kepada pimpinan DPRD Bursel sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 70 Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Tata Terbib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Kabupaten, Dan Kota (“PP No. 12/2018”) Jo. Pasal 101 Peraturan DPRD Kabupaten Buru Selatan Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Tata Tertib DPRD Bursel.
Dalam naskah usulan interpelasi yang diterima media ini Jumat (25/04/2025), termaktub sejumlah alasan fundamental dan spesifik yang secara yuridis formil menjadi dasar pengajuan salah satu hak istimewa legislatif ini.
Adapun Usulan Hak Interpelasi yang ditandatangani sejak 23 April 2025 ini, dilakukan dalam rangka meminta keterangan dari Bupati Buru Selatan sehubungan dengan Keputusan pengangkatan, perpindahan atau mutasi pejabat secara besar-besaran di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Buru Selatan dalam kurun waktu 2 bulan terakhir sejak dilantik 20 Februari 2025.
—-
12 Poin Yang Menjadi Dasar Interpelasi.
—-
Adapun dasar dan alasan pelaksanaan Hak Interpelasi ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa tanggal 27 Nopember 2024 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah serentak diseluruh daerah Indonesia termasuk didalamnya di Kabupaten Buru Selatan.
2. Bahwa berdasarkan hasil Pemilihan Kepala Daereh tahun 2024 tersebut, maka pada tanggal 20 Februari 2025, Presiden Republik Indonesia telah melakukan pelantikan terhadap sebagian besar Kepala Daerah terpilih termasuk Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buru Selatan.
3. Bahwa secara hukum Kepala Daerah yang telah dilantik tersebut tidak serta merta berwenang untuk melakukan pergantian, perpindahan atau mutasi terhadap pejabat dilingkungan pemerintah daerah karena Kepala Daerah yang hendak melakukan pergantian pejabat dilingkungan pemerintah daerahnya sebelum jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan haruslah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah dirubah beberapa kali dan terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (“UU Pilkada”) berbunyi :“Gubernur, Bupati, atau Walikota yang akan melakukan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota,dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri.”
4. Bahwa hal tersebut di atas, dikaitkan dengan fakta yang terjadi di Kabupaten Buru Selatan, ternyata hanya berselang beberapa hari dari pelantikannya hingga bulan ini (belum melebihi 6 (enam) bulan) lamanya dari pelantikan, Sdr. Bupati Kabupaten Buru Selatan telah melakukan pergantian, perpindahan serta mutasi secara besar-besaran terhadap seluruh pejabat di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Buru Selatan mulai dari Kepala Desa sampai seluruh Kepala Dinas atau Badan,Sekretaris Dinas atau Badan, Bendahara, Kepala Puskesmas, dimana pergantian, perpindahan serta mutasi secara besar-besaran yang dilakukan oleh Sdr. Bupati diam-diam tanpa sepengetahuan dan tanpa sepersetujuan dari Menteri Dalam Negeri karena faktanya tidak ada satupun ijin tertulis yang diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Sdr. Bupati Buru Selatan untuk melakukan pergantian, perpindahan serta mutasi terhadap pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Buru Selatan tersebut.
5. Bahwa bahkan Sdr. Bupati Buru Selatan merupakan satu-satunya Kepala Daerah dari seluruh Kepala Daerah yang dlantik pada tanggal 20Februari 2025 yang melakukan pergantian,perpindahan serta mutasi secara besar-besaran terhadap seluruh pejabat di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Buru Selatan.
6. Bahwa demikian juga pergantian, perpindahan serta mutasi secara besar-besaran terhadap seluruh pejabat di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Buru Selatan yang dilakukan oleh Sdr. Bupati Buru Selatan tanpa memperhatikan golongan dan kepangkatan PNS, sehingga ada PNS yang pengkat dan golongan belum layak menduduki jabatan esalon 2,namun Sdr. Bupati Buru Selatan justru tetap mengangkatnya menjadi Kepala Dinas.
7. Bahwa ironisnya lagi Guru yang merupakan jabatan fungsional serta mempunyai tugas untuk mencerdasarkan anak-anak di Kabupaten Buru Selatan justru diangkat oleh Sdr. Bupati Buru Selatan untuk menduduki jabatan strukrual, yakni Kepala Dinas di beberapa dinas maupun camat.
8. Bahwa dengan demikian haruslah dikualifisir tindakan dan/atau keputusan Sdr. Bupati Buru Selatan sebagaimana diuraikan di atas merupakan tindakan sewenang-wenang atau penyalagunaan kewenangan (abuse of power) yang telah bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dalam hal ini ketentuan Pasal 162ayat (3) UU Pilkada.
9. Bahwa faktanya juga ternyata Sdr. Bupati Buru Selatan Sdr. Bupati Buru Selatan justru menerbitkan keputusan pangangkatan Pelaksanan Tugas (PLT) untuk menduduki jabatan yang masih ada pejabat definitifnya , sehingga akibat dari Keputusan Sdr. Bupati tersebut mengakibatkanpangangkatan Pelaksanan Tugas (PLT) tersebut untuk menggantikan Pejabat definitif.
10. Bahwa adapun beberapa fakta yang ditemukan oleh Penyusul terkait dengan realitas sebagaimana diuraian pada point 9 di atas adalah sebagai berikut:
10.1 ) Awalnya Hadi Longa, SE, M.Si telah dilantik menjadi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah definitif kemudian Hadi Longa,SE, M.Si diangkat lagi menjadi Pelaksan Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Kabupaten Buru Selatan, selanjutnya Sdr. Bupati Buru Selatan mengangkat Abas Tamher menjadi Pelaksana Tugas (Plt)Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagaimana Surat Perintah Pelaksana Tugas Nomor 800.1.II.1/34 tertanggal 10 Maret 2025.
10.2) Andaryas Lorens Solissa, S.Th diangkat serta dilantik menjadi Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Dan Protokoler definitif,namun kemudian Sdr. Bupati Buru Selatan menggangkat Toufik Mangemba,SH sebagai Pelaksana Tugas (PLT) menggantikan Andaryas Lorens Solissa, S.Th sebagaimana Surat Perintah Pelaksana Tugas Nomor 800.1.II.1/74 tertanggal 10 Maret 2025.
10. 3) Bahwa demikian juga apabila diteliti lebih jauh ternyata semua PNS yang diperintahkan oleh Bupati Buru Selatan menjadi Pelaksana Tugas (PLT), namun jabatan definitif dari PNS yang bersangkutan diisi atau digantikan oleh PNS lain sebagai PLT dari Jabatan definitif tersebut.
11. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka telah terbukti bahwa (6) Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Mandat menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menarik kembali Wewenang yang telah dimandatkan.
(7) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
(8)Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat.Huruf a point 1), huruf b) dan huruf b point 1),
9) dan Point 10) Surat Edaran Badan Kepagawaian Negara Nomor 1/SE/I/2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian menyatakan:
a. ······
1). ……
a)
b). Pejabat yang melaksanakan tugas rutin terdiri atas:
(1) pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara;dan
(2) pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
b.
1)Apabila terdapat pejabat yang tidakc dapat melaksanakan tugas /terdapat kekosongan pejabat karena berhalangan sementara atau berhalangan tetap, dan untuk tetap menjamin kelancaran pelaksanaan tugas, maka pejabat pemerintah di atasnya agar menunjuk pejabat lain di lingkungannya sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas.”
9) Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas bukan jabatan definitif,oleh karena kitu Pegawai Negeri Sipil yang diperintahkan sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, sehingga dalam surat perintah tidak dapat dicantumkan besaran tunjangan jabatan.
10)Penangkatan sebagai Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya dan tunjangan jabatan tetap dibayarkan sesuai dengan jabatan definitifnya.”
12. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam rangka menciptkan pemerintah yang baik, maka sangat tepat dan berdasarkan hukum apabila DPRD Kabupaten Buru Selatan menggunakan hak-haknya, Penangkatan dan/atau Penunjukan PNS Buru Selatan untuk menduduki Jabatan definitif dan/atau Pelaksana Tugas dalam lingup Pemerintah Kabupaten Buru Selatan telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Sdr. Bupati Buru Selatan justru menerbitkan keputusan pangangkatan Pelaksanan Tugas (PLT) untuk menduduki jabatan yang masih ada pejabat definitifnya,sehingga akibat dari Keputusan Sdr. Bupati tersebut mengakibatkan pangangkatan Pelaksanan Tugas (PLT) untuk menggantikan Pejabat definitif, padahal secara hukum pengangkatan Pelaksana Tugas (PLT)hanya dilakukan terdapat pejabat yang tidak dapat melaksanakan tugas/terdapat kekosongan pejabat karena berhalangan tetap, bahkan penangkatan seorang PNS menjadi Pelaksana Tugas (PLT) tidak menyebabkan yang bersangkutan kehilangan Jabatan definitifnya atau dengan kata lain penangkatan seorang PNS menjadi Pelaksana Tugas (PLT)tidak menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya, hal ini sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yakni Pasal 14 Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan jo. huruf a point 1), huruf b) dan huruf b point 1) dan Point 10) Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara Nomor 1/SE/I/2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian yang dikutip sebagai berikut:
Pasal 14 UU No. 30 / 2014 berbunyi:
“(1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila:
a.ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya;dan
b. merupakan pelaksanaan tugas rutin.
(2) Pejabat yang melaksanakan tugas rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a.pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara;dan
b.pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
(3) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Mandat kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat.(5)Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Mandat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yakni salah satu hak Interpelasi sebagaimana yang diusulkan oleh Penyusul saat ini.(KN 03).